Pages - Menu

Tuesday 29 June 2010

APLIKASI KLINIK ENZIM


APLIKASI KLINIK DARI ENZIM
8.2 Pemberi Tanda Serum Dalam Diagnosa Kerusakan Jaringan
Miokardium
Penyumbatan pembuluh arteri menyebabkan kerusakan jaringan hati dalam kaitannya dengan ISCHEMIA dan dapat menimbulkan infraksi miokardial. Umumnya gangguan artery menyebabkan terbentuknya sebuah thrombus. Terapi antitromboli (bab 36), dengan streptokinase atau katalis jaringan plasminogen rekombinan melindungi miokardium dari kerusakan permanen melalui pemulihan aliran darah. Sebuah diagnosa awal dari infraksi miokardial akut (IMA) adalah sangat penting untuk mempersiapkan manajemen. Sejarah pasien yang merasakan sakit di dada dan garis grafik debar jantung merupakan problema dalam diagnosis IMA. Oleh karena itu, ukuran sirkulasi protein (protein enzim-enzim dan nonenzim) yang dikeluarkan dari jaringan miokardial NECROTIC adalah berguna dalam diagnosis IMA.
Karakteristik dari tanda penyakit miokardial yang ideal khusus pada penderita jantung, kecepatan munculnya serum, peningkatan substansial dari penggunaan klinik dalam jangka waktu tertentu dan kesenangan serta kecepatan uji analitik. Saat ini, tak ada satupun tanda serum yang memenuhi semua kriteria di atas. Beberapa pemberi tanda yang muncul dalam plasma adalah mioglobin, LDH, CK, dan troponin. Ukuran yang terbentuk pada interval waktu yang tepat berdasar pada kelahiran penanda dalam plasma (table 8.1). penanda yang sering digunakan adalah CKMB dan troponin kardiak I (cTn I). troponin terdiri dari 3 protein berbeda I, C dan T dan diekspresikan dalam jantung dan otot skeletal. Tiga troponin complex ini mengatur interaksi kalsium-dependen dari myosin dengan Actin (bab 21). Troponin dikodekan melalui gen-gen yang berbeda. Isoform kardiak I dan T memiliki struktur yang unik berbeda dari rekan otot skeletalnya. Bagaimanapun juga, cTn T seperti CKMB mengalami rekapitulasi ontogenik dan diepsresikan ulang dalam regenerasi otot skeletal dan pada pasien penderita gagal ginjal kronis. CKMB juga ada dalam otot skeletal, sekalipun dalam konsentrasi yang kecil. Dibandingkan dengan miokardium (sekitar 360-400 g), otot skeletal memiliki massa yang besar (sekitar 40% dari massa tubuh). Dalam rhabdomiolysis ( disintegrasi atau gangguan otot) CKMB dan mioglobin muncul dalam plasma dalam jumlah yang signifikan. Mioglobin, salah satu penanda awal (tabel 8-1) berkurangnya spesifitas, dan CKMB dinaikan dalam beberapa keadaan dibanding penyakit jantung lainnya,(contohnya: rhabdomiolysis, penyakit ginjal kronis dan penyakit degeneratif dari otot skeletal). CKMB memiliki subform  dalam plasma yang pada kenyataannya subunit M mengalami pembelahan dari sebuah residu lisin dari terminus karboxi melalui enzim plasma karbokzipeptida N. Jaringan dan subform plasma dari CKMB memiliki bentuk berturut-turut sebagai CKMB 2 dan CKMB 1. Perbandingan level serum, CKMB 2/CKMB 1 dapat juga menghasilkan informasi yang berguna dalam diagnosis awal dari IMA. Ukuran dari isoenzim LDH (LDH 1 dan LDH 2) juga mengurangi spesifitas; kemudian mereka muncul secara signifikan setelah menderita penyakit miokardial dan menunjukan rekapitulasi ontogenik. Troponin kardiak I, penanda khusus tertinggi utuk IM, tidak menderita kerugian ini dan muncul dalam plasma semula CKMB dan tetap bertahan sejauh isoenzim LDH. Utuk alasan ini, ukuran rangkaian serum cTn I, mugkin menjadi superior dalam infraksi miokardial pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, rhabdomiolysis, atau penyakit regenerasi otot skeletal (contohnya peyakit otot).
Pancreas
Baik kelenjar exokrin maupun kelenjar endoktrin adalah pancreas. Exokrin berperan dalam pencernaan substansi makanan (bab 12); fungsi endoktrin melibatkan homeostasis glukosa. Radang pancreas akut dikarakteristik oleh kesakitan epigastrik. Hal itu merupakan penyebab radang dan berpotensi fatal. Gangguan pada pembuluh pancreas (gambar 8-4), yang mana mengirim cairan pancreas ke usus halus, melalui empedu (bab 12) atau penyalahgunaan alcohol merupakan  80 % penyebab umum dari radang pancreas akut dibanding penyebab lain. Pathofisologi dalam kaitannya dengan pelepasan ketidaklayakan enzim pancreas dan aktivasi prematur-nya. Enzim dasar pancreas adalah tripsinogen, yang mana setelah diaktifkan menjadi tripsin mengubah beberapa enzim lainnya untuk bentuk aktifnya. Beberapa dari mereka adalah kalikrein, fosfolipase A2, elastase, enzim dari koagulasi darah dan fibrinolisis, dan pelengkap. Efek dari proses tidak normal ini adalah pencernaan ganda dari pancreas, vasodilasi, meningkatkan kapiler penyerapan air, dan meyebabkan koagulasi intravascular. Ini bisa mengakibatkan runtuhnya sirkulasi, ketidakcukupan ginjal dan kegagalan respirasi.
Diagnosis laboratorium dari radang pancreas akut meliputi ukuran enzim pencernaan pancreas: amilase dan lipase (bab 12) peningkatan level serum amylase merupakan sebuah indikasi diagnosis yang sensitive dalam penafsiran radang pancreas akut, tapi dia memiliki kekhususan yang lemah karena ada beberapa non pankreatik yang disebabkan oleh Hyperamylasemia. Selanjutnya, amylase (BM.55,000) dengan cepat membersihkan ginjal dan mengembalikan pada level normal setelah 3-4 hari dari pemulaan rasa sakit. Aktivasi amylase muncul dalam serum dalam 2-12 jam setelah permulaan sakit. Serum lipase juga digunakan untuk menaksirkan kekacauan pancreas  dan memiliki kekhususan yang tinggi dibanding serum amylase. Dia hadir dalam plasma antara 4-8 jam, memuncak sekitar 24 jam dan berbekas hingga 8-14 hari. Ukuran amylase dan lipase menyediakan ketelitian  90-95% dalam diagnosis radang pancreas akut dengan rasa sakit pada perut. Level isoamilase pancreas tidak terbukti berguna dalam perbandingan dengan keduanya baik amylase maupun lipase. Aktivitas katalisis dari lipase memungkinkan munculnya garam empedu dan kolipase (bab 12) dan harus di gabungkan dalam pengujian kadar logam dari aktivitas serum lipase. Sejak exokrin dari pancreas mengandung beberap enzim, berusaha membuat tanda lain selain amylase dan lipase untuk mendiagnosis radang pancreas akut. Salah satu enzim seperti trisinogen. Sekitar 25,000 Da protein yang muncul dalam 2 bentuk isoenzim: tripsinogen-1(kation) dan tripsinogen-2(anion). Kedua bentuk tersebut siap disaring melalui glomeruli ginjal. Bagaimanapun, reabsorpsi tubular dari tripsinogen-2 lebih kurang dari tripsinogen-1; sebuah metode dipstick telah dikembangkan untuk menemukan tripsinogen-2 dalam urine pasien yang dicurigai memiliki radang pancreas akut. Potongan tes mengandung antibody monoklonal khusus untuk tipsinogen-2.
Hati
Hati merupakan kelenjar organ terbesar dan sel parenchymalnya disebut hepatocytes. Hati memiliki sejumlah fungsi termasuk metabolisme, detoksifikasi, penbentukan dan sekresi empedu, penyimpanan dan sintesis. Penyakit hati meliputi penyalahgunaan alcohol, obat-obatan, infeksi hepatitis kronis B dan C, steatosis dan sreatohepatitis, hepatitis autuimun, hemokromatosis, penyakit Wilson, kekurangan antitrypsin α1-, penyakit berbahaya, serta keracunan dan agen menular. Kekacauan seperti ini memerlukan prosedur tes laboratotium dan didiskusikan pada tempat yang sesuai. Enzim serum yang digunakan dalam penaksiran fungsi hati terbagi menjadi 2 kategori:
1. Penanda digunakan dalam hepatoselular nekrosis dan
2. Penanda yang mencerminkan kolestasis.
Enzim serum digunakan segabai penanda dari kolestasis termasuk alkalin fosfat, 5’-nukleotida dan transfer y-gluyamil. Aminotransfer alanin dan aminotransfer aspartat adalah penanda untuk hepatoselular nekrosis. Tes lain yang digunakan dalam penaksiran kekacauan hati adalah termasuk pengukuran bilirubin, albumin, dan α-fetoprotein.
8.3 Enzim Sebagai Reagen Analitik
Penggunaan enzim sebagai reagen analitik dalam laboratorium klinik telah menemukan aplikasi yang tersebar luas dalam pengukuran substrat, obat-obatan dan aktivitas enzim lainnya. di bagian atas, kita mendiskusikan fungsi enzim sebagai reagen dalam pengujian pasangan aminotransfer aspartat. Prosedur ketergantungan enzim digunakan untuk menguji substrat seperti glukosa, urea, asam urat dan kolesterol, menyediakan beberapa keuntungan dari proses kimia klasik. Keuntungan ini meliputi kekhususan substrat yang di ukur dan pengukuran langsung dari substrat dalam gabungan yang lengkap untuk menghindari langkah pemisahan dan pemurnian serum. Sebuah reagen enzim dapat digunakan dalam pengukuran substrat melalui 2 metode: pengujian titik akhir atau pengujian laju. Dalam pengujian titik akhir, substrat sudah secara lengkap berubah menjadi produk sebelum diukur; pada pengujian laju, perubahan dalam konsentrasi substrat diproduksi selama interval waktu yang diukur. Metode kedua ini mengarah pada metode kinetic 2 titik yang mana dilaksanakan di bawah kondisi konstan pH, temperature, jumlah enzim dan interval waktu, menghasilkan nilai yang sangat akurat dari konsentrasi substrat. Prosedur ini dikalibrasikan dengan larutan standar dari substrat. Tentunya kondisi reaksi pertama dengan kecurigaan terhadap substrat harus diutamakan dengan menjaga konsentrasi enzim reagen tinggi. Dibawah kondisi ini, ketika kecepatan rata-rata selama interval waktu  yang diplotkan berlawanan dengan variasi konsentrasi substrat standar. Profil awal seharusnya menunjukan garis lurus yang mana nilai yang tidak diketahui dapat dihitung.
Properti optikal dapat digunakan dalam memantau prosedur pengujian sebagaimana dalam aktivitas pengukuran enzim. Jika substrat primer atau produk tidak sesuai dengan properti optikal (misalnya absorbsi visibel atau cahaya ultraviolet), kemudian pengujian coupled dikonstruksi sehingga satu atau beberapa bantuan enzim yang bekerja untuk membentuk produk utama memiliki kemudahan diukur poperti optik. Sebagai contoh, glukosa dalam bahan percobaan biologi dapat diukur melalui reaksi berikut dibawah kondisi optimal:
D-glukosa +ATP     hexokinase      D-glukosa-6-phosphat + ADP
D-glukosa-6-phosphat + NADP+    glukosa 6 phosphat dehidrogenase     D-glukono—lactone 6-phosphat + NADPH + H+
Reaksi kedua (yang mana NADPH terbentuk) berfungsi sebagai reaksi indicator. Melalui reaksi hexokinase relative nonspesifik dan bereaksi pada hexosa lain selain glukosa (bab 13) utuk membentuk ester 6-fosfat, reaksi indictor untuk glukosa 6-fosfat memiliki prosedur pengujian yang spesifik dan secara menyeluruh spesifik untuk mengikat glukosa.
Enzim yang dihentikan pada permukaan tidak larut dapat digunakan berulang kali dalam pengujian substrat. Pengujian jenis ini adalah mungkin bila hasil reaksi dapat dihitung secara langsung. Penghentian dapat disempurnakan melalui hubungan kimia meliputi kelompok diazo, triazine, dan azide dengan beberapa jenis matriz tak larut, seperti dietilaminoetilselulosa, karboksimetilselulosa, agarosa, mikrokristalin selulosa dan dinding bagian dalam dari pipa plastik. Penghentian enzim pada permukaan bagian dalam dari  pipa plastic berguna sekali pada berlangsungnya laju penganalisa. Reagen Enzim yang telah dihentikan mencakup oksidasi glukosa, urea, α-amilase, tripsin dan leusinaminopeptida.
Reagen enzim dan antibody dibentuk berlawanan molekul khusus dan dapat dikombinasikan untuk menentukan konsentrasi dari variasi molekul terhadap sebuah antibody (bab 35) dapat dibentuk. Seperti prosedur analitik yang dikenal sebagai penguji imuno enzim (EIAs). Reagen enzim dapat dihubungkan dengan antibody atau antigen seperti dalam proses kompleks imunologi atau aktivitas enzimatik. Antibody dapat ditingkatkan pada vertebrata ketika diinjeksi dengan protein khusus (antigen) selain mereka. Makromolekul lainnya dibandingkan protein juga dapat menjadi antigenic. Senyawa berberat molekul rendah (contohnya substrat, obat-obatan) melalui diri mereka sendiri tidak mendatangkan antibody tapi tidak demikian jika kovalen dihubungkan dengan protein pembawa (contohnya albumin) sebelum injeksi. Syarat hapten menandai substansi berberat molekul rendah dapat dikombinasikan dengan antibody yang diproduksi melawan protein kompleks pembawa. EIAs  bukan heterogenus atau homogenus. Pengujian heterogenus terdiri dari sekurangnya satu  langkah pembagian yang mana reagen enzim berlabel disalin dari enzim tak berikatan, memungkinkan pengukuran salah satu ikatan atau akivitas bebas. Prosedur yang berdasarkan prinsip ini adalah pengujian hubungan enzim immunosorbent(ELISA) yang mana dianalogikan pada RIA.
Sebuah contoh dari pengujian immune heterogenus yang menggunakan sistem  padat ditunjukan dalam gambar 8-5. Metode ini terdiri dari pelapisan atau penyerapan antibodi yang dikembangkan dalam hewan (cntohnya babi guinea) melawan antigen manusia, yang konsentrasinya ditentukan dalam tes serum sampel. Diatas permukaan benda padat (contohnya, manic-manik atau dipermukaan bagian dalam dari pipa tes) dan yang diinkubasi dengan serum sampel. Selama langkah inkubasi pertama, anti gen mengkombinasikan antibody khusus dan diperbaiki untuk permukaan benda padat. Sesudah itu, komponen-komponen serum yang tidak bereaksi dipindahkan melalui aspirasi cairan. Dan permukaan padatan yang mengandung kompleks antigen/antibody dicuci dengan buffer yang sesuai. Inkubasi dengan kovalen antibody dihubungkan dengan molekul enzim yang mengikuti. Selama langkah ini, enzim antibody berabel akan dikombinasikan dengan antigen tambahan; prosedur pencucian kemudian memindahkan konjugasi E-Ab non ikatan. Akhirnya, inkubasi dengan substrat tertentu untuk enzim menghasilkan produk berwarna yang dianalisis melalui metode spektrofotometri yang sesuai. Interval waktu untuk  langkah inkubasi substrat dan kondisi reaksi lainnya harus dijaga agar constan untuk kedua tes sera dan tes standar. Reaksi enzim akan dihentikan dengan perubahan pH reaksi penggabungan dengan menambahkan larutan garam. (Contohnya 1 N asam  hidroklorid).  Perubahan Absorbansi warna yang sesuai untuk kosentrasi antigen dalam tes sera. Kurva standar didapatkan melalui ploting konsentrasi antigen yang diketahui dengan absorbansinya.
Modifiksi yang beraneka ragam dari tekhnik ini digunakan sebagai contoh, jika konsentrasi sebuah antibody ditentukan, proses akan dimulai dengan penghentian pada antigen diatas fasa padat.
Enzim digunakan sebagai penanda seharusnya memiliki jumlah perputaran yang tinggi. Enzim Bereaksi pada sustrat yang stabil dan mudah larut, menghasilkan produk yang dapat dihitung dan dapat dihasilkan dalam tingkat kemurnian yang tinggi, dan relative murah. Enzim yang memenuhi criteria ini adalah peroksidase lobak, glukosa oksidase, phosfat alkalin ekoli atau usus sapi, dan β-D-galaktosidase. Hubungan kovalen dari enzim terhadap protein (antigen/antibody) melewati kelompok amino bebas dapat disempurnakan dengan reagen glutarat bifungsional. Metode oksidasi berkala (bab 9) meliputi sisi karbohidrat dari rantai protein juga menghasilkan kelompok reaktif yang berguna dalam preparasi enzim konjugasi. ELISA menunjukan sensitivitas dan spesifikasi level tingggi yang mana cenderung pada factor amplifikasi yang diperkenalkan melalui cara aktivitas katalitik enzim berlabel, dapat dianalisis (dengan membandingkan ketelitian)  yang didapat melalui RIA. Spesifitas adalah salah satu parameter untuk mengenali property molekul khusus dari antigen dan antibody. ELISA mungkin lebih berguna dibandingkan RIA karena reagen ELISA bisa bertahan hidup lebih lama dibandingkan beberapa radio isotop. (contohnya 125I- reagen berlabel) dan hadir dalam resiko tidak sehat. ELISA juga diadaptasikan untuk mengenal antigen atau antibody dalam bagian jaringan melalui penggunaan konjugasi protein peroksidse.
Prosedur EIA homogenous memilki manfaat yang istimewa dalam penentuan laju pada substansi berberat molekul rendah. Jadi prosedur ini memilik bermacam aplikasi dalam menyelidiki terapi dengan tumbuhan dan toxikologi. Sebuah reagen komersil yang digunakan untuk uji dari banyak tumbuhan yang tersedia memiliki nama dagang EMIT ( tehnik enzym multiplied immunoassay). Gambar digram 8.6 merupakan tahap-tahap dalam prosedur ini. Prinsip dasar persaingan antara enzim label hapten dan hapten bebas dalam serum untuk pengikatan pada jumlah terbatas pada  sebuah antibody spesifik. Uji ini membutuhkan hubungan kovalen hapten untuk sebuah enzim (glikosa 6-fosfat dehidrogenase, lisosom atau malat dehidrogenase) dengan aktifitas enzim tetap, dan hubungan kovalen hapten (diinjeksikan ke dalam hewan dari hapten covalen linked untuk sebuah protein pembawa). Aktivitas penghambatan enzim ketika mereka bercampur dengan kompleks enzim hapten linked mungkin memiliki halangan steric atau konformasi yang tidak bebas mengganggu jalan masuknya substrat ke pusat aktif. System reaksi ini sesuai dengan tes contoh, enzim hapten berlabel,  jumlah yang terbatas dari antibody spesifik hapten dan substrat.  Haptens lain muncul pada tes serum dan bersaing dengan hapten lingked dari enzim untuk berikatan dengan antibody. Enzim hapten linked non ikatan beraksi pada substrat untuk mengubahnya menjadi suatu produk yang mudah diukur. Jadi, aktivitas enzim ini secara langsung dikorelasikan dengan konsentrasi hapten bebas dalam tes specimen. Metode tersebut dikalibrasi dengan konsentrasi standar yang telah diketahui dari hapten.
System reseptor ELISA dan EIA megukur konsentrasi substansi sangat rendah hingga beberapa nanograms (10-9 gram). Sensitifitas ini tidak cukup untuk mendeteksi beberapa substansi dan metode alternatife yang telah ditemukan  salah satunya adalah CLIA yang mana dapat mengukur konsentrasi dalam femtogram. CLIA bergantung pada deteksi sinar yang dipancarkan dan diasosiasikan dengan penghilangan energy dari substansi elektronik sebagai akibat reaksi elektrokimia. Sebuah contoh dari bekas chemiluminescent adalah ester konjugasi dari acridinium, terhadap protein, polipeptida, dan molekul organic lainnya.
CLIA hampir sama dengan teknik EIA dan ELISA kecuali bahwa pengujian enzim reseptor akhir digantikan dengan bekas chemiluminescent diikuti oleh pengukuran dari emisi cahaya sebagai akibat dari reaksi kimia. Prinsip dari pengikatan kompetitif uji chemiluminescent ditunjukan pada gambar 8-8.
8.4 Enzim Sebagai Agen Terapi
Telah ditemukan beberapa aplikasi enzim sebagai agen terapi. Bebrapa contoh yaitu transfuse darah segar, atau komponen aktifnya dalam pendarahan. pengelolaan secara langsung dari enzim pencernaan dalam penyakit. (contohnya : cystic vibrosis) pengelolaan enzim vibrinolitik (contohnya : streptokinase) untuk meneruskan pembuluh darah yang tersumbat melalui trombi dalam trombombolic (contohnya penyumbatan paru-paru infraksi miokardial akut). Ancaman kekacauan tertentu dari kesalahan metabolisme sejak lahir. (contoh: penyakit gaucher), dan terapi kanker. Untuk penggunaan enzim dalam terapi, mereka seharusnya mangambil sumber dari manusia, untuk menghindari masalah imunologica. Walaupun enzim didapatkan dari darah manusia mudah ditemukan namun enzim dari jaringan yang mana akan berfungsi semetara dalam ancaman kesalahan metabolisme sejak lahir. Adalah sulit didapatkan dalam jumlah yang cukup. Transport enzim spesifik pada jaringan target juga menjadi masalah, tetapi beberapa kemajuan baru dan aplikasi komersil (contohnya: propagasi kultur jaringan sel manusia, isolasi dan cloning dari gen spesifik) bepotensial untuk mengatasi kesulitan ini. Beberapa tekhnik telah digunakn dalam produksi hormone peptide seperti somatostatin dan insulin, interferon dan aktifator jaringan lasminogen. Dalam perlakuan dengan enzim atau protein, serangan  kofalen dari polimer polietilenaglicol (PEG) tidak aktif atau lamban menyediakan beberapa keuntungan terapi. Ini termasuk memperlambat pembersihan dan pengurangan imunogenity menghindari degradasi dan pengikatan antibody. Terapi enzim PEG digunkan dalam perlakuan penyakit imuno deficiensi, disebabkan oleh kekurangan adenosine diaminasi.(bab 27) dan PEG-interferon Alfa complex, yang digunakan dalam perlakuan infeksi hepatitis c kronis. Bagaimanapun ketika sebuah gen dikloning tekhnik yang tadi akan dikembangkan untuk memasukannya kedalam genom dari manusia yang kurang atau memiliki mutasi gen.  


TUGAS ENZIMOLOGI
CLINICAL APLICATION OF ENZIM






OLEH
KELOMPOK II
Muhammad Dailami
Terianus Yusuf Mandacan
John Hendrik Wattimury
Gunawan Adi Saputro
Elia Lesnussa




JURUSAN KIMIA
FAKULKTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2010
    

1 comment:

Rahmi Imanda said...

artikel yang menarik, kami juga punya artikel tentang 'gangguan otot skeletal' silahkan buka link ini
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3402/1/Gangguan%20Fisik%20Mahasiswa%20Selama%20Bekerja%20dengan%20Komputer%20(Studi%20Kasus%20Mahasiswa%20Gunadarma).pdf
semoga bermanfaat ya